Kamis, 28 April 2011

Gajah Cebol Dari Jawa

Pernah mengkhayal tentang gajah cebol? Tidak usah berkhayal, sebab memang gajah seperti itu sungguhan ada. Dan kini ilmuwan menemukan kembali spesies yang sudah pernah dikira punah itu. Gajah Borneo berukuran kecil, atau yang sering disebut gajah pygmy, kemungkinan bukanlah gajah asli dari Borneo. Sebuah publikasi terbaru nyatakan bahwa populasi gajah tersebut kemungkinan merupakan ras gajah Jawa terakhir yang secara tidak sengaja berhasil diselamatkan dari kepunahan oleh Sultan Sulu beberapa abad yang lalu, demikian menurut keterangan pers WWF belum lama ini.

Asal-usul gajah pygmy, yang populasinya tersebar dari ujung timur laut hingga ke jantung pulau Borneo tersebut, sejak lama menjadi misteri. Tampilan dan perilaku gajah ini berbeda dengan gajah Asia lainnya dan para ilmuwan mempertanyakan mengapa mereka tidak tersebar ke bagian lain dari pulau Borneo.
Gajah Cebol


Dari Jawa?

Namun laporan yang baru dipublikasikan hari ini mendukung keyakinan masyarakat lokal yang selama ini percaya bahwa gajah-gajah tersebut dibawa ke Borneo beberapa abad yang lalu oleh Sultan Sulu, sekarang adalah Filipina, yang kemudian diterlantarkan di hutan Borneo. Gajah-gajah Sulu tersebut kemudian dianggap berasal dari Jawa. Gajah Jawa mulai punah setelah bangsa Eropa memasuki Asia Tenggara. Gajah di Sulu, yang tak pernah dianggap gajah asli pulau tersebut, diburu sekitar tahun 1800-an.

Pengiriman gajah lewat kapal dari satu tempat ke tempat lain di Asia telah berlangsung sejak beberapa ratus tahun yang lalu, biasanya sebagai hadiah di antara para penguasa,” ujar Shim Phyau Soon, seorang pensiunan rimbawan Malaysia, yang idenya mengenai asal usul gajah sebagian menjadi sumber inspirasi penelitian terbaru ini. ”Sangat menarik anggapan bahwa gajah Borneo yang tinggal di hutan mungkin merupakan sisa terakhir subspesies yang telah punah di tempat asalnya di pulau Jawa, Indonesia, beberapa abad yang lalu.”

Apabila gajah pygmy Borneo memang berasal dari Jawa, yang berjarak lebih dari 1.200 km, bisa dikatakan peristiwa perpindahan satwa ini merupakan translokasi gajah pertama dalam sejarah yang dapat bertahan hingga ke zaman modern seperti sekarang. Temuan ini memberikan catatan dan data penting bagi para ilmuwan sekaligus sebagai hasil eksperimen yang telah berlangsung berabad-abad lamanya.
Tes DNA

Para ilmuwan berhasil memecahkan sebagian misteri itu pada tahun 2003, ketika tes DNA yang dilakukan Columbia University dan WWF menunjukkan kemungkinan bahwa gajah Borneo secara genetika berbeda dari subspesies gajah di Sumatra atau daratan Asia lainnya. Berdasarkan teori baru ini, baik Borneo maupun Jawa, adalah daerah asal yang paling memungkinkan bagi gajah Borneo. Laporan terbaru berjudul ”Origins of the Elephants Elephas Maximus L of Borneo,” yang diterbitkan dalam ”Sarawak Museum Journal” bulan ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti arkeologis mengenai keberadaan gajah dalam jangka panjang di Borneo, dan memperkuat kemungkinan asal-usul satwa besar ini yang berasal dari Jawa.

”Hanya dengan seekor gajah betina subur dan seekor gajah jantan subur, yang dibiarkan tak terganggu di habitat yang cukup baik, secara teori dapat menghasilkan sebuah populasi gajah sebanyak 2.000 ekor selama kurang dari 300 tahun,” kata Junaidi Payne dari WWF, yang juga penulis utama laporan tersebut. ”Kemungkinan hal itu lah yang terjadi di Borneo”, ujarnya.

Diperkirakan terdapat sekitar 1.000 ekor Gajah Borneo di hutan, sebagian besar berada di negara bagian Sabah, Malaysia. WWF telah memasang rantai pelacak gajah menggunakan satelit (elephant satellite collar) pada 11 ekor gajah sejak 2005 untuk mempelajari populasi yang belum pernah diamati sebelumnya. Pelacak satelit tersebut menunjukkan bahwa mereka lebih menyukai habitat hutan dataran rendah yang saat ini semakin banyak ditebang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri. Kemungkinan asal usulnya yang berasal dari Jawa semakin menjadikan satwa ini sebagai prioritas konservasi.

”Jika mereka memang berasal dari Jawa, kisah menarik ini menjadi pelajaran bagi kita betapa berartinya upaya penyelamatan populasi kecil dari spesies tertentu, yang seringkali dianggap telah punah”, ujar Dr. Christy Williams, koordinator WWF untuk program gajah dan badak Asia. ”Hal itu memberikan keberanian bagi kita untuk mengusulkan tindakan serupa terhadap populasi kecil yang masih tersisa dari badak Sumatra dan Jawa, dengan memindahkan beberapa dari mereka ke habitat yang lebih baik untuk meningkatkan jumlahnya. Upaya tersebut berhasil diterapkan bagi badak putih Afrika Selatan dan badak India”
 
Sumber : http://roni-pascal.blogspot.com/2009/09/gajah-cebol-dari-jawa.html

Selasa, 26 April 2011

KAJIAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN BIOTA LAHAN BASAH DI SUMATERA BARAT INDONESIA

(THE DIVERSITY CONSERVATION STUDY OF WETLAND BIOTA  IN WEST SUMATRA INDONESIA )
Case study:
The external pressures toward tradional Society in the conservation of bilih fish  (Mystacoleucus padangensis)

Jabang Nurdin*) , Anjas Asmara, Rio Deswandi dan J. Marzuki
*)Staf pengajar biologi FMIPA Univ. Andalas
 Contact:jabangnurdin@yahoo.com

Abstract

The conservation study and protection of bilih fish (Mystacoleucus padangensis) has been done at Singkarak lake from April to July 2005. The data were taken with several methods such as survey method, interview method and the several literature  studies.  The survey was done by observing of habitat physical condition at the circumference of Singkarak lake and the observing of society area and society activity. These study was done because the endemic fish of Singkarak lake have been threaten to extinction from its habitat. Now the population of bilih fish have decreased from its habitat and the previous researches were still unsophisticated from what we hoped.
These research showed that  the hills condition of circumference of Singkarak lake in critical condition. These condition ware influenced by fire and swidden, decreasing water volume. Several conservation of bilih fish ware done such as reservation area, the protection of   breeding area, the ex-situ conservation from bilih fish nursery afterwards bilih fish nursery were entered in Singkarak lake but the population of bilih fish was remain decreasing until now.
These condition was possible caused by ecotourism society activity, decreasing water volume from Singkarak lake, deforestation, decreasing  key species of  bilih fish from its habitat. Therefore we must study the food chain of bilih fish and the conservation of species, population, and ecosystem levels. Beside that, decreasing traditional norm and  society ethics influenced the condition of bilih fish.

Keywords: bilih, Mystacoleucus padangensis, ethics , ecotourism.


PENDAHULUAN

Lahan basah di Sumatera Barat meliputi daerah berawa, payau (daerah mangrove, estuaria) di sepanjang pantai Sumatera Barat, padang lamun (di kawasan Mandeh) dan air tergenang berupa danau (D. Singkarak, D. Maninjau, D. Di Ateh, D. Di Bawah, dan Danau Talang) serta aliran sungai yang banyak terdapat di Sumatera Barat. Lahan basah di Sumatera Barat mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Habitat perairan ini mengandung kekayaan hayati flora mulai dari bakteri, jamur, ganggang, tumbuhan air hingga pohon-pohon di daerah hutan. Juga berbagai fauna yang berkisar dari protozoa, moluska, krustacea, serangga, ikan, amfibibi hingga mamalia, dan ada yang merupakan endemik seperti ikan bilih (Mystacoleucus padangensis).
Krisis biota lahan basah sudah mengkuatirkan dengan berkurangnya populasi biota tersebut di habitat alaminya. Agar krisis biota ini tidak semakin parah, maka perlu ada langkah-langkah strategis yang harus dilakukan segera, tidak hanya dengan cara melindungi ekosistem, habitat, dan spesies, akan tetapi perlu langkah kongkrit untuk membawa permasalahan tersebut ketingkat pemerintah dan pengambil kebijakkan.
            Azas konservasi yang dikemukakan dalam pasal 2 Undang-Undang konservasi hayati tahun 1982 adalah sesuai dengan azas pengelolaan lingkungan hidup sebagai tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang lingkungan hidup (UU no. 5 th 1992) yaitu azas pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Pelestarian dan pembangunan adalah dua faktor yang dalam pengertian mengarah kepada keserasian dan keseimbangan antara pembangunan dengan pelestarian. Saat ini upaya penanggulangan krisis keakeragaman telah banyak diupayakan lewat berbagai konvensi dan undang-undang.
            Diperkirakan tidak kurang dari 47 tipe ekosistem yang kaya keanekaragaman hayatinya. Keanekaragaman hayati ini telah menghidupi lebih dari 500 kelompok etnis asli penghuni negeri ini selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Mereka  tersebut tersebar mulai dari garis pantai sampai daerah pegunungan. Pengetahuan tentang lingkungan lokalnya berkembang dari pengalaman sehari-hari, dan kebudayaan mereka harus beradaptasi agar mampu menjawab persolanan kehidupan.
            Salah satu hasil perkembangan kebudayaan tersebut adalah terciptanya suatu sistem pengelolaan atau sumberdaya alam yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan mereka secara berkesinambungan. Konservasi tradisional berlangsung dengan disadarinya nilai-nilai dan kearifan lingkungan telah terbukti mampu mempertahankan kehidupan mereka selama berabad-abad di lingkungan lokal tempat mereka hidup.
            Dewasa ini kehidupan masyarakat tradisional sudah mulai terusik oleh tekanan-tekanan luar yang mempengaruhi tatanan hidup, pola hidup, dan merusak ekosistem tempat mereka hidup. Akibat ini yang sangat dirasakan oleh masyarakat tradisional setempat yaitu sulitnya mendapatkan kebutuhan hidup, seperti berkurangnya sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Sebagai contoh masyarakat tradisional yang tinggal dipinggiran Danau Singkarak. Mereka tidak lagi mendengar nyanyian burung yang bermacam-macam, berkurangnya populasi ikan terutama ikan endemik (Mystacoleucus padangensis), dan populasi pensi (Corbicula spp) dan fauna lainnya disekitar danau. Di samping itu, tidak terurusnya lahan basah yang dipunyai oleh masyarakat baik itu danau itu sendiri maupun sungai-sungai sebagai sumber air bagi danau dan perbukitan disekitar danau. Faktor ini sudah sangat komplek sekali baik yang dari faktor luar (eksternal) maupun faktor dari dalam (internal). Kenekaragaman hayati sangat berharga dan merupakan endemik Sumatera Barat dan satu-satunya di dunia hanya ditemukan di Danau Singkrak yaitu ikan bilih Mystacoleucus padangensis. Populasi sudah sangat mengkuatirkan dan terancam punah. Ikan  ini sangat perlu dilindungi karena merupakan aset daerah yang sangat berharga yang menunjang  aset nasional juga merupakan aset dunia.

METODA PENELITIAN
Studi konservasi dan perlindungan ikan bilih (M. padangensis) dilakukan dari April sampai Juli 2005 di danau Singkarak dilakukan dengan metoda survei dan kuisioner pada masyarakat nelayan serta kajian pada beberapa literatur. Survei dilakukan terhadap kondisi fisik dan habitat  secara manual di sekitar danau Singkarak dan pemukiman penduduk serta aktivitas penduduk  yang berhubungan langsung dengan pencarian ikan bilih. Metode kuisioner dilakukan melalui wawancara langsung dengan masyarakat tradisional di sekitar danau Singkarak, sedangkan kajian beberapa literatur tentang ikan bilih sebagai pembanding untuk kondisi saat sekarang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumatera Barat dijuluki sebagai 'Negeri Seribu Danau' karena banyaknya danau yang terdapat di daerah ini, diantaranya yang terkenal adalah D. Singkarak, D. Maninjau, Twin Lakes (Danau Diatas-Danau Dibawah) dan D. Talang. Danau-danau di negeri ini banyak memiliki keanekaragaman spesies ikan dan ada yang endemik.
Ikan Bilih  (M. padangensis) endemik Danau Singkarak
            Keanekaragaman spesies ikan air tawar yaitu 1.100 spesies yang tersebar di 13,8 juta ha di perairan Indonesia, 600 spesies berada di wilayah Kalimantan dan 400 spesies di perairan umum Pulau Sumatera, salah satu ikan endemik yaitu ikan bilih (M. padangensis) yang terdapat di danau Singkarak.
Ikan Bilih (M. padangensis) adalah ikan endemik yang diseluruh dunia hanya terdapat di Danau Singkarak. Ikan bilih dewasa berukuran panjang 65 sampai 80 mm, atau seukuran jari telunjuk orang dewasa. Ikan ini berwarna keperakan, mengkilap serta tidak bersisik. Penelitian pada tahun 1988 panjang rata-rata ikan bilih yang ditangkap adalah sekitar 9 sentimeter, maka kajian tahun 2002 memperlihatkan bahwa panjang rata-rata ikan bilih tinggal 6 sentimeter saja

Ikan bilih Mystacoleucus (valenciennes, 1842)


                        

Danau Singkarak
Danau Singkarak merupakan danau terluas di propinsi Sumatera Barat. Luas maksimum 112,20 km2; keliling 61km; panjang maksimum 20,00 km; lebar maksimum 6,50 km; kedalaman maksimum 268,00 m; ratio kedalaman 0,5 km; kedalaman relatif 224,22 m; pengembangan isi 1,52; pengembangan garis pantai 3,25 m. Dilihat dari ratio kedalaman, kedalaman relatif dan nilai pengembangan isi menunjukan bahwa Danau Singkarak mempunyai daerah yang relatif dalam dan daerah dalam yang relatif luas. Sedangkan nilai pengembangan garis pantai relatif kecil menunjukan bahwa Danau Singkarak merupakan danau berbentuk elip dengan daerah litoral sempit (Giesen dan Sukotjo, 1991). Beberapa sungai yang bermuara ke Danau Singkarak diantaranya adalah Sungai Sumani yang masuk dari arah selatan, Sungai Paninggahan dan Sungai Muara Pingiai yang berasal dari daerah barat dan Sungai Sumpur dari daerah utara. Satu-satu sungai yang merupakan aliran ke luar Danau Singkarak adalah Sungai Ombilin (Risdawati. 1997).
Keanekaragaman hayati di danau Singkarak diantaranya adalah zoobentos, plankton tumbuhan dan hewan. Zoobentos Danau Singkarak terdiri dari gastropoda, insekta, oligocaeta, pelecypoda dan polychaeta. (Izmiarti dan Dahelmi, 1996) dan plankton terdidri dari Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, protozoa rotifera dan crustacea (Azhar, 1993 cit Risdawati,1997).
Vegetasi air yang terdapat di Danau Singkarak adalah enceng gondok (Eichornia crassipes) yang merupakan tumbuhan yang dominan berigu juga dengan jariamun (Potamogeton oblongus). Dan tumbuhan yang terdapat dalam jumlah yang sedikit dan jarang adalah kiambang (salvinia notanns) komunitas ikan yang terdapat di Danau Singkarak terdiri dari 29 jenis dari 11 famili dan ikan yang mempunyai nilai ekonomi tertinggi terdiri dari lima jenis yaitu Bilih, Hampala, Turiek, Asang dan Balingka (Salsabila, 1987).
Krisis Ikan Bilih (M. padangensis)
Penduduk
            Masayarakat Singkarak mata pencarian adalah bertani, berdagang dan nelayan (penagkap ikan bilih) dan perkebunan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk sangat berpengaruh terhadap aktivitas penduduk, terutama pengkapan ikan yang sudah overfishing, kegiatan berkebun yang sudah merusak bukit disekitar danau Singkarak dan aktivitas perdagangan dan rumah makan sudah banyak disepanjang jalan dari solok ke Padang Panjang.  
Danau Singkarak sebagai tujuan wisata
            Danau Singkarak salah satu tujuan wisata dan mempunyai pemandangan yang sangat indah serta keunikan  cara penangkapan ikan bilih dan merupakan tempat rekreasi sangat populer. Disamping itu, masyarakat Minang juga mempunyai keanekaragaman budaya sangat bermanfaat.
Kegiatan pariwisata akan tetap keberlangsungan bila  kelestarian alam tetap terjaga. Ditahun 1980 an setiap turis asing yang datang selalu berdecak kagum dan  mengatakan “Indonesia is lovely country, I will come soon”  dan memang terbukti mereka datang dan datang berulang kali . Dewasa ini kegiatan  pariwisata sudah mengalami kemunduran
            Pemahaman tentang Pariwisata Berkelanjutan  kita harus mengacu kepada UU RI nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan Pasal 3. Nilai-nilai pariwisata berkelanjutan yang terkandung dalam UU no 9/1990 dirasakan masih belum diterapkan secara utuh oleh berbagai pihak, salah satunya dunia pendidikan yang  sangat mendasar, dan kaitannya sangat erat dalam pembentukan manusia Indonesia yang berbudaya. Nilai-nilai sadar wisata ini sesungguhnya haruslah selalu dan selalu dimiliki oleh insan-insan pariwisata. Tetapi kenyataannya masih banyak orang membuang sampah ke sungai  dan menebang pohon tanpa memikirkan manfaat dan kegunaannya. 




  Kerusakan alam dan budaya
Terancam punahnya ikan bilih  di danau Singkarak juga menjadi perhatian beberapa ilmuwan Indonesia. Turunya populasi ikan bilih akibat penangkapan yang tidak terkendali dan menggunakan arus listrik dan bahan peledak tetapi sekarang penangkapan tersebut sudah tidak ada lagi. Masyarakat sudah mulai sadar bahwa mereka sudah sangat susah mendapatkan ikan bilih yang merupakan mata pencarian utama mereka. Kemudian  banyaknya habitat ikan bilih yang dirusak serta turunnya elevasi air danau.
Ancaman kepunahan ikan bilih juga dipengaruhi telah bergesernya sendi-sendi kehidupan masyarakat tradional. Pergeseran budaya asli misalnya menurunnya sikap/kebiasaan masyarakat terhadap upacara adat.  
Contoh:    
  • Upacara adat atau seni pertunjukan rakyat, yang dulu hanya dibuat berdasarkan kepentingan masyarakat asli misalnya menolak bala dan peristiwa hajatan. Nilai-nilai ini memang tidak begitu terlihat dalam budaya tapi  dapat dirasakan jika memperhatikan lebih dalam. 
  • Hilangnya nilai-nilai ketimuran, sebaliknya yang mendominasi  gaya kehidupan generasi muda saat ini adalah gaya barat.
  • Kecenderungan seperti ini akan merusak seluruh tatanan nilai yang ada dalam kehidupan kita karenanya  implemetasi dari pendidikan mengenai ekosistem ini perlu diterapkan secara nyata.
  • Kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pimpinan adat.
  • Sudah  bergeser nilai etika/norma dari sarat nagari yaitu  batapian, babalai-balai,dan  basurau.
PLTA

Ikan endemik ini mulai langka, bahkan hampir punah. Sebelum pembangkit listrik tenaga air (PLTA) beroperasi, setiap nelayan yang jumlahnya lebih dari 600 orang itu bisa mendapatkan 3-5 kilogram ikan bilih basah per hari. Setelah PLTA Singkarak beroperasi, para nelayan rata-rata mendapatkan 0,5-1 kg sehari. "Kini sangat susah mendapatkan ikan bilih. Kalaupun dapat, paling banyak 0,5 kg per hari. Itu pun ukurannya kecil-kecil (informasi penduduk ” Datuk Rustam (78)” nelayan Pasia di Nagari Singkarak.
Kini, populasinya semakin menurun dan terancam punah. "Batas maksimum eksploitasi seharusnya 60 persen, tetapi karena tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap produksi ikan bilih, eksploitasi mencapai 77,84 persen. Menurunnya populasi ikan bilih diduga menurunya debit air yang mempengaruhi migrasi ikan bilih. Rusaknya habitat pemijahan di muara sungai dan keringnya daerah litoral danau yang berfungsi sebagai tempat pengasuhan dan mencari makan larva ikan bilih. Ruaya (migrasi) ikan bilih berikut lokasi pemijahan dan gangguan terhadap proses pemijahan telur yang berdampak pada kurangnya populasi ikan.

Budaya tradisional dan konservasi
Keharmonisan hidup orang Singkarak mulai bergeser, tata nilai yang ada sebagian telah terdegradasi, dan tidak ada penduduk yang peduli dengan anjuran adat. Keunggulan-keunggulan, kearifan etika terhadap lingkungan dalam budaya tradisional, sudah mulai terusik dan bahkan hilang dari jiwa dan moral manusia.
Sekitar 630 nelayan menggantungkan mata pencahariannya pada ikan bilih. 635 KK atau 3000 jiwa lebih penduduk di sekitar danau menggantungkan hidupnya pada Bilih. Karena sudah bergesernya etika dan norma-norma dalam masyarakat sangat berpengaruh terdapap ekplotasi dan konservasi ikan bilih (Purnomo ,  2004).
Konservasi ikan bilih perlu segera dilakukan diantaranya perlindungan tubuh danau yang meliputi berbagai kegiatan yaitu kegiatan penelitian laju erosi, laju transpirasi flora air, dinamika populasi stok ikan, struktur vegetasi dan kawasan tangkap air, perlindungan dari berbagai bentuk pencemaran danau, pengendalian pemanfaatan sumber daya hayati perikanan, perwilayahan/zonasi daerah tangkapan ikan, serta pemantauan danau secara periodik.
            Melakukan sosialisasi pelestarian sumber daya ikan dan ekosistem danau. Dengan menyatukan pandangan atau persepsi pihak-pihak yang berkepentingan tentang manfaat keberadaan dan dampak danau terhadap sumber daya perikanan dan lingkungan sesuai dengan konsep-konsep code of conduct responsible fisheries. Stakeholders meliputi masyarakat setempat, instansi terkait seperti PLTA, Dinas Kelautan dan Perikanan di kabupaten dan provinsi, serta pengguna danau secara luas. Adapun upaya sosialisasi pedoman-pedoman pengelolaan danau, stoking-restoking, secara nasional dilakukan oleh pusat bekerja sama dengan daerah.
            Konservasi ikan bilih perlu tata ruang dalam pengelolaan ikan bilih, yang meliputi areal penangkapan, dan daerah reservat yang akan berfungsi sebagai daerah penyangga (buffer zone),  perlu penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan penangkap ikan bilih terutama yang berhubungan dengan pengelolaan reservat, pengoperasian alat, dan waktu penangkapan dengan cara yang dikerjasamakan antara ahli perikanan dengan LKMD dan KAN, perlu dilakukan usaha pembenihan dan budidaya ikan bilih.
contoh: Suaka Pemijahan
Suaka pemijahan ikan bilih telah dilakukan pinggiran Danau Singkarak dalam bentuk tanggul-tanggul yang panjangnya masing- masing mencapai 200 meter dan lebar 100 meter.
Penangkaran ikan bilih secara in-situ dengan reservat buatan, penangkaran ikan   secara in-situ dilakukan oleh masyarakat muara sungai Sumpur.
 
Upaya pelestarian bilih (M. padangensis) yang telah dilakukan diantaranya, stocking dan restocking, pengembangan reservaat/suaka perikanan, pengaturan penangkapan, perlindungan lingkungan ,pnetapan tata ruang, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan.
Sebagai tindak lanjut pembangunan suaka perikanan bilih akan dilakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap keberhasilan suaka perikanan dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan sekitar Danau Singkarak.
Kenapa pelestarian ikan bilih Mystacoleucus padangensis belum berhasil ?
            Sudah banyak upaya yang telah dilakukan untuk konservasi ikan langka dan endemik ini. Pembibitan yang telah dilakukan dan berhasil mengasilkan ikan juvenil yang siap untuk di lepas ke Danau Singkarak sebagai salah satu habitat aslinya. Tapi apa hasilnya, kekurangan populasi ini terus menurun. Dan upaya masyarakat untuk melindungi ikan satu-satunya di dunia hanya terdapat di Danau Singkarak juga sudah dilakukan, baik cara penangkapan, berapa ekploitasi ikan bilih yang sudah dianjurkan, semua sudah dilakukan masyarakat. Hasil akir dari ini bahwa populasi ikan bilih terus menurun.
           Dari penelitian yang terdahulu sampai sekarang masih belum mencover konservasi secara keseluruhan. Jadi harus ada penelitian yang  cooperative dari berbagai disiplin ilmu.
1.      Harus ada penelitian konservasi biologi.
Konservasi ekosistem
Kita belum punya data tentang ekosistem Danau Singkarak, baik rantai makanan dan jaring-jaring makanan yang ada di Danau Singkarak. Tanpa ini kita tidak mungkin berhasil mengkonservasi ikan bilih, sebab kita tidak tahu rantai makanan dan apa yang merupakan key spesies dari ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). Mungkin hal ini yang menyebabkan upaya pembesaran ikan bilih yang telah berhasil dibiakan dan dilepaskan ke danau tidak memberikan hasil yang diharapkan. Artinya ikan yang ditebar di habitat aslinya tidak berhasil hidup dewasa atau hilang entah kemana.
2.      Danau sebagai daerah wisata (pembawa spesies eksotik)
Banyak dari para wisata baik yang disengaja atau tidak melepaskan ikan-ikan lain ke danau sehingga ikan tersebut populasi cepat berkembang karena tidak punya predator. Di zaman modern ini banyak spesies yang diintroduksi baik sengaja maupun tidak, ke daerah-daerah yang bukan tempat hidup aslinya (Grove dan Burdon, 1986. Drake, dkk. 1989, Hedgpeth, 1993 cit Supriatna, 1998).  Ikan lele yang lepas ke danau tanpa sengaja dan banyak ikan peliharaan yang dilepaskan wisata. Tindakan yang tidak disengaja ini sangat mempengaruhi keberadaan ikan lokal.  Kajian mengenai ini belum dilakukan. Pertanyaan ? apakah ikan-ikan baru yang dintroduksi tanpa sengaja ini merupakan predator bagi ikan endemik Sumatera Barat. Hal ini perlu ada kajian!.

KESIMPULAN

            Ikan bilih yang merupakan endemik danau Singkarak populasi sudah menurun dan terancam punah untuk konservasi ikan ini perlu meningkatkan kembali etika dan norma masyarakat tradional kerana masyrakat yang berperan langsung dalam pemeliharaan dan pengelolaan ikan bilih tersebut. Disamping itu, perlunya konservasi ekosistem danau yaitu konservasi  tingkat spesies, populasi dan ekosistem. Perlunya kerja sama antara masyarakat tradional dan pemerintah setempat dalam pengelolaan dan monitoring populasi ikan bilih.


Daftar kepustakaan


Bappenas, 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman hayati Indonesia 2003-2020. hal 150.
Brown, J. H & Mark V. L. 1998. Biogeography. Second edition. USD. hlm. 641.
Guruswamy, L.D and Jeffrey A. M. 1998. Protection of global biodiversity: Converging strategies. Duke University Press. London. hlm 425.
Giesen, W. dan Sukatjo. 1991. The west Sumatran lakes survey report. Asian wetland bureau. Indonesia.
Lindberg, K. & Donald E. Haukins. 2001. Ekoturisme: Petunjuk untuk rencana & pengelola. Terj. Dari The ecotourisme sosiety, oleh David western. Jakarta. hlm. 199.
Mangunjaya, F. M. Konservasi alam dalam islam. Yayasan obor Indonesia. Jakarta. hlm:142.
Malik, F. 2003. Efektifitas peranan pendidikan dalam penerapan parawisata berkelanjutan.http://litbang.budpar.go.id/Publikasi/jurnal/jikp%20vol-6%202003/Ema%20Vol-6.htm. 27 Juni 2004. pk. 14.24. WIB
Meffe, G.K & G.R.Carroll. 1997. Principles of conservation biology. Second edition. Sinuer associates.Inc. Publisher. USA.
Meijard, H .D. Rijksen dan S. N. Kartikasi. 2001. Di ambang kepunahan! Kondisi orang hutan liar di awal abab ke-21. The gibbon foundation. Jakarta. hlm:393.
Odum, E. P. !971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W. B. Philadelphia. London.
Purnomo, K. 2004. Selamatkan Ikan Bilih. FishyForum, Forum mancing di Indonesia.  http://www.bratanata.com/fishingforum/viewtopic.php?p=900&sid=2b4ea9cdecf93acb25d4371db562052c.  27 Juni 2004. pk. 14.23. WIB
Pusat Studi Lingkungan Hidup. 1984. Penelitian air dan biota danau Singkarak, danau Maninjau, danau Diatas dan Dibawah. Laporan Penelitian Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Andalas. Padang.
Primack, R. J. Supriatna, M.Indrawan, P.Kramadibrata, 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Ramakrisman, P.S. 1996. Ecological function of biodiversity: The human dimention. International union of biological science. Hlm 114-130.
Risdawati, R. 1997. Kepadatan populasi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis, Blkr) serta hubungannya dengan kepadatan predator (Hampala, spp) di danau Singkarak. Tesis Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.
Salsabila, A. 1987. Sumber daya ikan danau Singkarak. Proceding seminar IV Windu FMIPA Unand. Padang.
Soule, M.E.1993. Variable population for conservation. Cambridge. University press.
Supriatana, J. dan Edy, H. W. 2000. Panduan lapangan: Primata Indonesia. Yayasan obor Indonesia. Jakarta. hlm: 332.

Sabtu, 23 April 2011

Sumber-Sumber Pencemaran Lingkungan

1.      Sumber Pencemaran Air
            Apa sajakah sumber-sumber pencemaran air? Sumber pencemaran air yang paling umum adalah limbah pemukiman, limbah pertanian, dan limbah industri.
a.       Limbah Pertanian
            Dalam kegiatan pertanian, penggunaan pupuk buatan, zat kimia pemberantas hama (pestisida), pemberantas tumbuhan pengganggu (herbisida), pemberantas cendawan /fungi (fungisida), pemberantas
serangga (insektisida) dapat mencemari air ketika zat-zat kimia larut dalam air. 
 Pencemaran air oleh pupuk buatan dapat meracuni organisme air, seperti plankton, ikan, hewan lainnya yang meminum air tersebut.
Residu pestisida seperti DDT, Endrin, Lindane, dan Endosulfan yang terakumulasi dalam tubuh ikan dan biota lainnya dapat terbawa dalam rantai makanan ke tingkat trofil yang lebih tinggi, yaitu manusia. Selain itu, masuknya pupuk pertanian, sampah, dan kotoran ke bendungan, danau, serta laut dapat menyebabkan meningkatnya zat-zat hara di dalam air. Peningkatan tersebut mengakibatkan pertumbuhan
 ganggang atau enceng gondok menjadi pesat (blooming algae).
Pertumbuhan ganggang atau enceng gondok yang cepat dan kemudian mati membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikannya. Akibatnya, oksigen dalam air menjadi berkurang dan mendorong terjadinya kehidupan organisme anaerob. Peristiwa ini disebut sebagai eutrofikasi.
b.      Limbah Rumah Tangga (domestik)
            Menurut bahannya Limbah rumah tangga dikelompokkan menjadi limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, sisa-sisa makanan, tinja manusia, potongan-potongan ranting tanaman, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
Limbah anorganik merupakan limbah yang berasal dari barang yang mengandung bahan anorganic. Limbah anorganic yang  berasal dari aktivitas rumah tangga antara lain dari kegiatan mencuci (sabun dan deterjen) , bahan-bahan bekas pengemas   makanan dan minuman (kantung plastic, kaca, kertas, dan pakaian).
            Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), limbah rumah tangga dapat dibagi lagi menjadi:
  1. Biodegradable: yaitu limbah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sisa-sisa sayuran, sisa-sisa makanan, tinja manusia, potongan-potongan ranting tanaman, rumput pada waktu pembersihan kebun
  2. Non-biodegradable: yaitu limbah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
·        Recyclable; yaitu limbah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
·        Non-recyclable; yaitu limbah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
            Di daerah pemukiman padat penduduk seperti di kota-kota besar menghasilkan limbah rumah tangga yang sangat banyak. Limbah-limbah tersebut apabila dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran air. Di perkotaan banyak kita temukan saluran-saluran air dan sungai dengan tingkat pencemaran tinggi, airnya berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Hal itu terjadi karena bahan organic yang menunmpuk mengalami penguraian dan pembusukan. Selain itu, sabun, deterjen, dan sisa aktivitas rumah tangga lainnya larut yang dibuang ke selokan larut dengan air. Tingkat pencemaran air yang tinggi dapat membunuh biota air.
c.       Limbah Industri
            Tidak semua Pabrik/industri dapat mengolah limbahnya dengan baik. Bahkan, ada sebagian industri yang membuang limbahnya ke sungai. Limbah industri yang dibuang oleh industri tergantung pada jenis industrinya. Ada yang berupa limbah organic maupun anorganik. Ada yang berupa limbah padat maupun limbah cair.
            Citarum merupakan salah satu sungai di Jawa Barat yang telah tercemar oleh limbah industri dan pakan ikan jaring apung. Sungai Citarum sepanjang 268 kilometer yang menjadi sumber utama Waduk Cirata, Saguling, dan Jatiluhur menampung
limbah sekitar 1.000 industri dari  daerah Bandung.  Limbah industri yang larut dalam air sungai Citarum mengandung unsure-unsur berbahaya, antara lain :
  • Raksa atau merkuri (Hg), berasal dari penambangan emas liar yang banyak terdapat di Bandung Selatan.
  • Kromium (Cr) bersumber dari pabrik yang dipakai sebagai
  • inhibitor pada air pendingin,
  • Seng (Zn) dari industri cat.
  • Besi (Fe) ; berasal dari senyawa sampah dari logam yang mudah larut karena hujan asam,
  • H2S dari proses pembusukan sampah,
  • Mangan (Mn) bersumber dari lumpur sungai yang banyak mengandung unsur mangan.
            Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yatu :
  1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.
  2. Limbah padat Jenis-jenis limbah padat diantaranya  kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll
  1. Limbah gas dan partikel Limbah gas/partikel adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara, dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun.
  1. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan
Berdasarkan tingkat kekritisan daerah aliran sungai (DAS), di Jawa Barat terdapat 8 daerah aliran sungai  yang perlu mendapatkan penanganan secara serius, yaitu :
  1. DAS  Citarum,
  2. DAS Ciliwung,
  3. DAS Cimanuk,
  4. DAS Citanduy,
  5. DASCisadane,
  6. DAS Cimandiri ,
  7. DAS Cipunegara
  8. DAS Cisanggarung.
2.      Sumber Pencemaran Udara
      Sumber pencemaran udara di setiap wilayah atau daerah berbeda-beda. Sumber pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor, kegiatan rumah tangga, dan industri.
a)      Sumber pencemaran udara menurut bentuknya.
            Menurut bentuknya sumber pencemaran udara dibedakan menjadi 2, yaitu pencemaran udara berbentuk gas dan berbetuk partikel.
Pencemaran udara berbentuk gas diantaranya:
·         Golongan belerang terdiri dari
Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S) dan Sulfat Aerosol.
·         Golongan Nitrogen terdiri dari Nitrogen Oksida (N2O), Nitrogen Monoksida (NO), Amoniak (NH3) dan Nitrogen Dioksida (NO2).
·         Golongan Karbon terdiri dari Karbon Dioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon .
·         Golongan gas yang berbahaya terdiri dari Benzen, Vinyl Klorida, air raksa uap.
Pencemaran udara berbentuk partikel diantaranya:
·         Mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan timah.
·         Bahan organik terdiri dari ikatan hidrokarbon, klorinasi alkan, Benzen.
·         Makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.
b)      Sumber pencemaran udara menurut tempatnya
      Menurut tempatnya sumber pencemaran udara dibedakan menjadi dua,yaitu :
Pencemaran udara bebas (Out door air pollution) dan pencemaran udara ruangan
Sumber Pencemaran udara bebas :
·         Alamiah, berasal dari letusan gunung berapi, pembusukan, dll.
·         Kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap kendaraan, dll.
Sumber pencemaran udara ruangan (In door air pollution), berupa pencemaran udara didalam ruangan yang berasal dari pemukiman, perkantoran ataupun gedung tinggi.

3. Sumber Pencemaran Tanah  
            Sumber pencemaran tanah sangat erat kaitannya dengan pencemaran air dan udara. Sumber pencemar udara dan sumber pencemar air pada umumnya juga merupakan sumber pencemar tanah. Sebagai contoh gas-gas oksida karbon, oksida nitrogen, oksida belerang yang menjadi bahan pencemar udara yang larut dalam air hujan dan turun ke tanah dapat menyebabkan terjadinya hujan asam sehingga menimbulkan terjadinya pencemaran pada tanah. Air permukaan tanah yang mengandung bahan pencemar misalnya tercemari zat radioaktif, logam berat dalam limbah industri, sampah rumah tangga, limbah rumah sakit, sisa-sisa pupuk dan pestisida dari daerah pertanian, limbah deterjen, akhirnya juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran pada tanah daerah tempat air permukaan ataupun tanah daerah yang dilalui air permukaan tanah yang tercemar tersebut.
Beberapa sumber bahan pencemar tanah antara lain sebagai berikut :
a.  Limbah domestik
Limbah domestik dapat berasal dari daerah pemukiman penduduk,  pasar, rumah sakit , tempat usaha hotel dan lain-lain. Limbah domestic terdiri limbah padat dan limbah cair.  Limbah padat berupa sampah anorganik yang merupakan sumber pencemaran tanah misalnya plastik, kaleng minuman, botol plastik air mineral dan lain-lain.
Limbah cair sumber pencemar tanah diantaranya sisa diterjen dari rumah, tinja, dan lain-lain yang meresap ke dalam tanah dapat membunuh mikroorganisme di dalam tanah.
b. Limbah Pertanian
c. Gunung berapi yang meletus
d. Kendaraan bermotor.
e. Limbah industri.
Limbah industri mengandung bahan-bahan pencemar berupa logam-logam berat seperti merkury/air raksa (Hg), seng (Zn), Timah hitam (Pb), kadnium (Cd) yang dapat mencemari tanah.
f. Limbah reaktor atom (nuklir) dari PLTN
Limbah nuklir berupa bahan kimia uranium dan thorium merupakan hasil dari reaksi fusi  dan fisi nuklir pada reaktor atom Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Oleh karena itu limbah nuklir sebaiknya disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi lagi dignakan untuk melakukan aktivitas manusia seperti ditempat-tempat bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).
g.       Hujan Asam
Pencemar Udara berupa gas yang larut dalam air hujan seperti oksida nitrogen (NO dan NO2), oksida belerang (SO2 dan SO3), oksida karbon (CO dan CO2), menghasilkan hujan asam yang akan menyebabkan tanah bersifat asam. Peningkatan kadar asam (pH) dalam tanah dapat merusak kesuburan tanah/ tanaman.

      Artikel Terkait :

Sumber : http://kiarapedes2.blogspot.com/2011/01/sumber-sumber-pencemaran-lingkungan.html

    Senin, 11 April 2011

    10 Tanaman Unik Dan Aneh Di Dunia

    Tumbuhan memang makhluk yang beragam dan unik. Ada yang sereem, unik, ganas lagi! Berikut tanaman yang mungkin aneh dan unik di dunia:
    1. Tumbuhan Paling Tangguh di Dunia
    Welwitschia Mirabilis



    Memang tumbuhan yang satu ini nggak keliatan asik, tapi tumbuhan asli Namibia ini memang luar biasa, cuma satu-satunya! Tumbuhan ini hanya punya dua daun, dan satu batang dan sistem akar, cuman itu aja! Tapi dua daun ini terus tumbuh sampai akhirnya mirip Alien. Batang tanaman ini makin lama akan makin tebal, tapi tidak meninggi, tinggi maksimum tanaman ini hanya 2 meter saja tapi lebarnya dapat mencapai 8 meter. Umur tanaman ini bisa mencapai 400 sampai 15 abad!. Bisa hidup terus tanpa hujan selama 5 tahun lamanya! Selain itu, tanaman yang dalam bahasa Namibia disebut Onyanga ini ternyata enak untuk dimakan baik dimakan mentah maupun dimasak dalam bara. O ya, arti nama Onyanga adalah Bawang Padang Pasir!

    2. Tanaman Karnivora
    Dionaea Muscipula



    Tanaman satu ini adalah tanaman karnivora paling terkenal, karena aktivitas dan efisiensinya dalam memerangkap mangsa. Pasangan "Daun" yang menjadi ciri khas tanaman ini adalah perangkap yang memiliki rambut yang ultra sensitif, yang dapat merasakan adanya hewan atau serangga kecil yang datang. Begitu rambut di daun ini tersentuh, maka daun akan menutup dan memerangkap hewan apapun yang mendekatinya.

    3. Bunga Terbesar di Dunia
    Rafflesia Arnoldii



    Bunga besar yang langka ini mendapat perhatian luar biasa di dunia. Bayangkan ukuran bunganya yang dapat mencapai 1 meter dan beratnya sendiri bisa mencapai 8 kg sampai 12 kg. Tapi masalahnya baunya ndak wangi, malah lebih mendekati daging busuk. Makanya bunga ini disebut bunga bangkai di negara kita, yang adalah habitat asli bunga ini. Bunga ini akan mekar seminggu atau tiga hari, dan menarik serangga untuk membuahi dengan bau busuk yang dipancarkan oleh bunga ini. Sayangnya, dari hasil pembuahan, hanya 10-20 persen saja yang berhasil tumbuh.

    4. Tanaman Menari
    Desmodium Gyrans



    Darwin menamai tumbuhan ini sebagai Hedysarum, atau para ahli botani menyebutnya Desmodium Gyrans, atau lebih modern lagi Codariocalyx Motorius. Nama yang biasa dikenal adalah Rumput Menari (Dancing Grass) atau Tanaman Semaphore (Semaphore Plant), karena gerakan daunnya, yang mirip dengan gerakan tangan pengirim sinyal semaphore. Tanaman ini gampang skeali tumbuh, hanya butuh matahari dan air saja tanpa perlu pupuk yang rumit.

    5. Tanaman Bola Baseball
    Euphorbia Obesa



    Tanaman ini adalah tanaman endemik di daerah Great Karoo, Afrika Selatan. Karena bentuknya yang lucu, banyak penggemar tanaman akhirnya mengambil tanaman ini dan mengkoleksinya, sehingga populasinya rusak berat. Akhirnya tanaman ini dilindungi oleh pemerintah Afika Selatan.

    6. Bunga Bangkai
    Amorphophallus Titanum



    Bunga yang satu ini tinggi besar, bahkan lebih tinggi dari manusia. Nah.. bunga yang ini yang ternyata mendapat julukan bunga bangkai, karena selain baunya yang memang mirip bangkai, juga warnanya meniru daging yang membusuk. Bunga ini ternyata juga dikenal luas di masyarakat dunia sebagai salah satu tumbuhan asli Indonesia.

    7. Pohon Botol
    Baobab



    Pohon ini merupakan tumbuhan asli daerah Madagaskar, Afrika dan Australia. Pohon ini disebut pohon botol, karena selain bentuknya yang memang mirip botol, pohon ini ternyata memang dapat meyimpan sampai dengan 300 liter air! Makanya bisa tumbuh sampai 500 tahun!

    8. Pohon Darah Naga
    Dracaena Cinnabari



    Tanaman ini asli kepulauan Socotra. Pohon ini dikenal dengan nama Pohon Darah Naga atau Pohon Naga Socotra. Bentuknya yang unik, seperti payung, ternyata hanya satu dari uniknya pohon ini. Nama darah naga dari pohon ini ternyata diambil dari getah pohon ini yang berwarna merah. Persis seperti darah naga di Harry Potter, ternyata 'darah naga' dari pohon ini berguna untuk pengobatan. Selain itu, ternyata warna merah 'darah naga' pohon ini juga sering digunakan sebagai pewarna merah alami.

    9. Tanaman Kebangkitan
    Selaginella Lepidophylla



    Nama lain bunga ini adalah Bunga Jericho, tumbuhan gurun pasir ini dikenal atas kemampuannya bertahan bahkan di saat kekeringan. Pada saat musin kering, batangnya akan mengkerut dan menggulung menjadi bola. Dan begitu ada air, batang tadi akan melepaskan diri dari gulungannya. Tanaman ini banyak ditemui di gurun Chihuahua

    10. Pohon Dinamit
    Hura Brasiliensis



    Tanaman ini ternyata merupakan salah satu tanaman yang berasal dari hutan tropis Amazon. Julukan lainnya? Pohon Neraka, atau ada juga yang menjuluki Pohon Kotak Pasir (sandbox tree). Bayangkan saja, batangnya ditutupi duri tajam, dan sudah seperti itu, getah pohon ini ternyata beracun dan banyak digunakan oleh penduduk setempat untuk meracuni mata panah mereka. Selain itu, mereka juga punya buah. Dan buah pohon ini nggak main-main, begitu matang, buah pohon ini akan meledak! Bahkan kekuatan ledakan pohon ini sanggup melukai manusia dan hewan yang tidak sengaja lewat di dekat pohon ini! makanya namanya seperti itu!


    sumber :http://rendra-budi.blogspot.com/2010/01/10-tanaman-unik-di-dunia.html
    Rendang Lokan (Batissa violacea) Makanan Khas Daerah Mukomuko

    BIOTA AIR SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PENCEMARAN AIR SUNGAI


    Usaha pengendalian kerusakan sungai dan kebijakan pengelolaannya mengharuskan pemantauan kualitas sungai. Pemantauan ini umumnya dilakukan dengan menggunakan parameter fisik atau kimia. Akhir-akhir ini pemantauan dengan biota lebih diperhatikan, mengingat biota lebih tegas dalam mengekspresikan kerusakan sungai, karena biota terpengaruh langsung dalam jangka panjang, sedang sifat-sifat fisik dan kimia cenderung menginformasikan keadaan sungai pada waktu pengukuran saja. Di samping itu biota ramah lingkungan, murah, cepat dan mudah diinterpretasi. Selain itu pengukuran secara fisika atau kimia memiliki keterbatasan diantaranya :
    1. Kurang praktis dan kurang sensitive untuk memantau semua variable yang mempengaruhi kehidupan seungai.
    2. Tidak bisa memantau kosentrasi polutan yang sangat rendah, akan tetapi telah mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya.
    Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas. Perubahan kualitas air di sungai menyebabkan perubahan komposisi komunitas makrozoobentos. Untuk itu diperlukan suatu upaya pemantauan mengenai status kualitas sungai dengan menggunakan biota air.

    Biota air merupakan kelompok organisme baik hewan maupun tumbuhan yang sebagian ataupun seluruh hidupnya berada di perairan. Biota tersebut dapat berupa bentos, plankton atau nekton.Komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisika, kimia, dan biologi dari suatu perairan. Salah satu biota yang sering digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrobentos. Sebagai organisme yang hidup di perairan, hewan makrobentos sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya. Hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan, sehingga organisme ini sering dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan baik yang berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution.

    Pencuplikan biota air untuk pengkoleksian dapat dilakukan dengan menggunakan jaring tangan atau jala surber pada perairan dangkal dan menggunakan Dredge untuk perairan dalam. Proses identifikasi sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi biota air yang diterbitkan oleh Wetlands International Indonesia Program atau di laboratorium. Data yang diperoleh di analisa dapat dikelompokkan berdasarkan table 1 dan table 2.

    Pengamatan keberadaan biota air menghasilkan sebuah indeks yang dapat menjelaskan kualitas suatu perairan, nilai indeks ini sering juga disebut dengan Indeks Biotik. Salah satu metode yang sering dipakai untuk mengetahui indeks biotik adalah Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon (BMWP-ASPT). Sistem BMWP-ASPT mengelompokkan biota air menjadi 10 tingkatan (Scoring) bersadarkan kemapuannya dalam merespon pencemaran di habitatnya. Metode ini juga memperhitungkan keanekaragam jenis tertinggi yang dijumpai pada tinggakat kualitas air tertentu, sehingga dapat di bagi menjadi enam tingkat pencemaran.biota dengan mempertimbangkan kelompok-kelompok tertentu dengan tingkat pencemaran.

    Table 1. Nilai Scoring Indeks Biotic Dengan Metoda BSMP-ASPT.
    Scoring
    Taksa
    10
    Crustacea (udang galah) Ephemeroptera, Plecoptera (larva lalat batu)
    8
    Gastropoda (limpet air tawar), Odonata (larva Capung)
    7
    Trichoptera (larva pit-pita berumah)
    6
    Bivalvia (kerang/kijing), Crustacea (udang air tawar), Odonata (larva sibar-sibar)
    5
    Diptera (larva lalat hitam), Coleoptera (kalajengking air, kumbang air), Tricoptera (larva pita-pita tak berumah), Hemiptera (kepik)
    4
    Plathyhelminthes (cacing pipih), Arachnida (tungau air)
    3
    Hurudinea (lintah), Gastropoda (siput), Bivalvia (kerang), Gamaridae (kutu babi air), Syrphidae (belatung ekor tikus)
    2
    Chironomidae (larva Nyamuk)
    1
    Oligochaeta (cacing)

    Table 2. Pengelompokkan berdasarkan tingkat pencemaran.
    No
    Kelas Pencemaran
    Taksa biota indikator
    1
    Tidak tercemar
    Trichoptera (Sericosmidae, Lepidosmatidae, Glossomatidae); Planaria
    2
    Tercemar ringan
    Plecoptera (Perlidae, Peliodidae); Ephemeroptera (Leptophlebiidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (Hydropschydae, Psycomydae); Odonata; Coleopte (Elminthidae)
    3
    Tercemar sedang

    4
    Tercemar

    5
    Tercemar agak berat

    6
    Sangat tercemar

      
    MAAF TULISAN INI BELUM SELESAI..................